Sabtu, 27 November 2010

QANA'AH - : - MENGGAPAI - KEKAYAAN - YANG - HAKIKI


MENGGAPAI KEKAYAAN YANG HAKIKI

Agus Fadilla Sandi

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.(Q.S. Az-Zukhruf:32)

Abdullah bin Amru r.a. berkata, bersabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang masuk Islam dan rizqinya cukup, dan merasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah berikan kepadanya”. (H.R.Muslim)

Pada suatu perkuliahan di kampus, seorang dosen bercerita bahwa di Negara Belanda terdapat seorang professor bernama Konstam. Ia merupakan ilmuwan kaya raya dan hidup serba berkecukupan. Namun, pada suatu hari Prof. Konstam ditemukan meninggal dunia karena bunuh diri, bahkan sebelum dia membunuh dirinya terlebih dahulu dia membunuh anak dan istrinya. Kejadian tersebut menjadi perhatian dan pertanyaan khalayak ramai, “mengapa seorang tokoh yang terkenal kaya raya tersebut bunuh diri?” Jawabannya ternyata telah dituliskan oleh Prof. Konstam pada sepucuk surat yang dia tinggalkan sebelum meninggal dunia. Isinya berbunyi “Aku tidak memiliki kekayaan (ketenangan) hati seperti mereka (orang-orang) yang memiliki agama”.

Dari sekelumit cerita di atas, ada satu hal penting yang dapat kita jadikan pelajaran, bahwa sesungguhnya kekayaan yang berupa harta benda, keluarga dan jabatan tidaklah lebih baik daripada kekayaan diri, yaitu hati yang rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta menjauhkan diri dari ketidakpuasan yang berlebihan. Sikap yang demikian itu akan mendatangkan rasa tentram dalam hidup dan menjauhkan diri dari sifat serakah dan tamak, sifat inilah yang dinamakan sebagai “Qana’ah”.

Setiap orang menginginkan ketentraman dalam hidupnya. Semua itu hanya dapat diraih melalui perlakuan yang tepat terhadap harta dan berbagai kesenangan dunia yang dimilikinya. Oleh karena itu, penting bagi seorang muslim untuk mengetahui arti kehidupan sesungguhnya dan bagaimana cara menyikapinya. Allah SWT berfirman yang artinya “Dan tiadalah kehidupan di dunia ini selain main-main dan sendau gurau. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu memahaminya? (Q.S. Al-An’am:32). Adapun cara kita sebagai seorang muslim dalam menyikapi kehidupan dunia ini adalah dengan memiliki sifat qana’ah karena, sifat tersebut dapat menjadi pengendali agar kita tidak larut dalam keputusasaan dan tidak terlalu maju dalam keserakahan.

Qana’ah berfungsi sebagai stabilisator dan dinamisator hidup seorang muslim. Dikatakan stabilisator, karena seorang muslim yang mempunyai sifat qana’ah akan selalu berlapang dada, berhati tentram, merasa kaya dan berkecukupan, bebas dari keserakahan, karena pada hakikatnya kekayaan dan kemiskinan terletak pada hati bukan pada harta yang dimilikinya. Bila kita perhatikan banyak orang yang lahirnya nampak berkecukupan bahkan mewah, namun hatinya diliputi keserakahan dan kesengsaraan, sebaliknya banyak orang yang sepintas lalu seperti kekurangan namun hidupnya tenang, penuh kegembiraan, bahkan masih sanggup mengeluarkan sebagian hartanya untuk kepentingan sosial. Dari Abu Hurairah r.a. bersabda Nabi SAW: ”Bukanlah kekayaan itu banyak harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati”. ( H.R.Bukhari dan Muslim)

Disamping itu qana’ah juga berfungsi sebagai dinamisator, yaitu kekuatan batin yang selalu mendorong seseorang untuk meraih kemajuan hidup berdasarkan kemandirian dengan tetap bergantung kepada karunia Allah. Berkenaan dengan qana’ah ini, Nabi Muhammad SAW telah memberikan nasihat kepada Hakim bin Hizam sebagaimana terungkap dalam riwayat berikut ini.

Dari Hakim bin Hizam r.a. Ia berkata : ”Saya pernah meminta kepada Rasulullah SAW dan beliaupun memberi kepadaku. Lalu saya meminta lagi kepadanya, dan beliaupun tetap memberi. Kemudian beliau bersabda : „ Hai Hakim ! harta ini memang indah dan manis, maka siapa yang mengambilnya dengan hati yang lapang, pasti diberi berkat baginya, sebaliknmya siapa yang mengambilnya dengan hati yang rakus pasti tidak berkat baginya. Bagaikan orang makan yang tak kunjung kenyang. Dan tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah. Berkata Hakim ; Ya Rosulullah ! Demi Allah yang mengutus engkau dengan kebenaran, saya tidak akan menerima apapun sepeningal engkau sampai saya meninggal dunia. Kemudian Abu Bakar ra. (sebagai Khalifah) memanggil Hakim untuk memberinya belanja (dari Baitul Mal) tetapi ia menolaknya dan tidak mau menerima sedikitpun pemberian itu. Kemudian Abu Bakar berkata: Wahai kaum muslimin ! saya persaksikan kepada kalian tentang Hakim bahwa saya telah memberikan haknya yang diberikan Allah padanya”. (H.R.Bukhari dan Muslim).

Rasulullah SAW adalah manusia yang paling qana’ah, ridha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian beliau masih meminta kepada Allah SWT agar selalu diberikan qana’ah, beliau bedoa,“Ya Allah berikan aku sikap qana’ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi)

Qana’ah itu berhubungan dengan sikap hati atau sikap mental. Oleh karena itu untuk menumbuhkan sifat qana’ah diperlukan latihan dan kesabaran. Pada tingkat pemula bisa jadi ini merupakan sesuatu yang memberatkan hati, namun jika sifat qana’ah sudah membudaya dalam diri kita dan telah menjadi bagian dari kehidupan kita maka kebahagiaan didunia akan dapat dinikmati dan kebahagiaan di akhirat kelak akan kita capai.

Sungguh indah apa yang diucapkan Abu Darda r.a., “Para pemilik harta makan dan kami juga makan, mereka minum dan kami juga minum, mereka berpakaian kami juga berpakaian, mereka naik kendaraan dan kami pun naik kendaraan. Mereka memiliki kelebihan harta yang mereka lihat dan dilihat juga oleh selain mereka, lalu mereka menemui hisab atas harta itu sedang kita terbebas darinya.”

“Qana’ah itu adalah simpanan yang tak akan pernah lenyap”. (H.R.Thabrani).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar