Kamis, 02 Desember 2010

BEDAH - FILM - LOVE - STORY - IN - HARVARD


KRISTALISASI ASA DAN CINTA DALAM MENGGAPAI CITA[1]



Oleh:

Agus Fadilla Sandi[2]





Kim Hyun-woo (Hyunwoo), Lee Soo-In (Su In) dan Hong Jung-min (Alex Hong) adalah Putra Putri Bangsa Korea yang sedang menuntut ilmu di Harvard University, Amerika. Keberadaan mereka di sana didasarkan pada sebuah cita. Hyunwoo bercita-cita ingin melindungi Korea dengan hukum. Su In bercita-cita menjadi dokter sejak berusia 12 tahun. Sedangkan Alex Hong ingin membalas dendam atas kematian bapaknya yang disebabkan oleh kesewenang-wenangan hukum.


Setiap hari mereka lalui dengan penuh kesungguhan dan kegigihan akan suatu cita. Namun dalam perjalanannya, mereka terperangkap dalam segi tiga cinta. Hyunwoo terpikat dengan Su In sejak pertemuan pertama mereka di Motel. Sedangkan Alex Hong terpesona dengan Su In sejak mengetahui bahwa Su In adalah mahasiswi Harvard Medical School. Segi tiga cinta tersebut ternyata tidak berjalan sebatas pandangan petama. Lebih dari itu, Hyunwoo dan Alex Hong seolah bersaing untuk memperebutkan hati Su In. Lantas, kepada siapakah Su In menyerahkan hatinya? dan bagaimana pula dengan cita-cita mereka yang menjadi tujuan utama mereka di Harvard University?



Keyword: Asa, Cinta dan Cita.





JIHAD ILMIAH: DARI KOREA KE AMERIKA


Jihad Ilmiah merupakan sebuah istilah yang terdiri atas dua kata dasar, yaitu jihad dan ilmiah. Kata jihad, secara etimologi berarti penggerakan seluruh potensi,[3] sedangkan secara terminologi berarti usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan; usaha sungguh-sungguh membela agama Islam dng mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga.[4] Adapun kata ilmiah memiliki arti arti keilmuan atau hal yang berkaitan dengan keilmuan.[5] Dengan demikian dapat dipahami bahwa arti jihad ilmiah adalah sebuah upaya yang sungguh-sungguh dan gigih dalam mengerahkan seluruh potensi di bidang keilmuan.


Jihad ilmiah sebagai salah satu bentuk jihad dapat direalisasikan dengan berbagai cara. Adapun salah satu cara yang lazim dipraktikkan dalam dunia akademis ialah dengan cara berhijrah, yaitu perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lebih baik.[6] Urgensi hijrah dalam konteks jihad ilmiah terletak pada keharusan untuk bersungguh-sugguh dan gigih dalam menghadapi dunia akademis yang lebih baik dan kompetitif tentunya. Sehingga harapannya kemudian, dengan berhijrah, seseorang akan terhindar dari klaim sebuah pepatah yang menyatakan, Bak katak dalam tempurung.


Dalam konteks film Love Story in Harvard, praktik hijrah dalam jihad ilmiah ditampilkan melalui peran dua mahasiswa dan satu mahasiswi asal Korea yang menimba ilmu di Harvard University, Amerika. Mereka adalah Kim Hyun-woo (Hyunwoo), Lee Soo-In (Su In) dan Hong Jung-min (Alex Hong). Hyunwoo dan Alex Hong merupakan Mahasiswa Pascasarjana Harvard Law Shool, sedangkan Su In adalah Mahasiswi Pascasarjana Harvard Medical School.



BERGURU ASA DI HARVARD UNIVERSITY


Harvard University merupakan sebuah perguruan tinggi yang didirikan pada tahun 1936 oleh Pendeta John Harvard. Pada awalnya proses perkuliahan hanya ditangani oleh pendeta itu sendiri dengan mengajarkan 9 orang siswa. Dewasa ini, Harvard University tercatat sebagai universitas peringkat pertama terbaik di dunia.[7] Hal demikian diperkuat dengan banyaknya lulusan Harvard University yang memegang berbagai jabatan penting dalam pemerintahan di belahan dunia. Bahkan yang lebih membanggakan adalah sebanyak kurang lebih 7 Presiden Amerika berasal dari Harvard University.[8] Menjadikan Harvard University sebagai tempat tujuan berjihad ilmiah adalah pilihan dan impian yang –relatif- tepat. Sehingga tidak keliru, jika ketiga mahasiswa asal Kora dalam film tersebut bersungguh-sungguh dan gigih agar dapat menimba ilmu di Harvard University.


Kesungguhan dan kegigihan mereka dapat diperhatikan dalam film yang bersangkutan pada episode pertama hingga kedelapan. Dalam rentetan episode tersebut diceritakan dengan lugas tentang masa-masa mereka sebelum, saat dan sesudah kuliah di Harvard University. Kesungguhan mereka dalam belajar dan kegigihan mereka dalam berkompetisi antara sesama, semuanya digambarkan dengan sangat menarik dan mengharukan. Semisal dalam hal ini ialah Hyunwoo yang selalu berupaya menaklukkan Prof. Keynes,[9] yang dilambangkan oleh Prof Brian Oh[10] bagai puncak everest dimana kau akan dapat terjatuh ke dalam bongkahan es jika tidak waspada.


Kesungguhan dan kegigihan mereka, secara garis besar dapat diuraikan dalam beberapa poin dibawah ini:

1. Fase Pra Kuliah

Fase pra kuliah merupakan masa mereka sebelum menempuh pendidikan di Harvard University. Pada fase ini ada beberapa poin yang dapat diambil sebagai hikmah pempelajaran dalam menuntut ilmu. Beberapa poin tersebut merupakan suatu realita yang disuguhkan secara apik dalam film yang bersangkutan. Adapun poin-poin yang dimaksud anatara lain sebagai berikut:

a. Perencanaan

b. Persiapan

c. Penyesuaian

2. Fase Saat Kuliah

Fase saat kuliah ialah masa mereka saat menempuh pendidikan di Harvard University. Pada fase ini, ada banyak hal yang dapat dijadikan tauladan bagi mereka yang membutuhkan idealita seorang mahasiswa. Diantara idealita yang dimaksud ialah:

a. Belajar sebelum berada di ruang kuliah

b. Berdiskusi tentang apa yang sudah dipahami

c. Bertanya tentang apa yang belum dipahami.

3. Fase Pasca Kuliah

Fase pasca kuliah adalah fase mereka setelah menempuh pendidikan di Harvard University. Pada fase ini terlihat jelas tentang buah dari kesungguhan dan kegigihan mereka selama menjalankan studi di Harvard University. Adapun hikmah yang dapat dipetik dari fase ini ialah bahwa sebuah awal dan proses yang baik pasti akan membuahkan hasil yang baik pula, atau bahkan sempurna.




Rencanakan dan laksanakan, karena segala sesuatu tidak ada yang kebetulan.

Afsan Al-Madani.



KOMPLEKSITAS CINTA DALAM KEHIDUPAN


Cinta merupakan sebuah kata yang sarat akan makna. Semakin saratnya, bahkan tak satupun definisi yang mampu menginterpretasikan tentang arti cinta yang sesungguhnya. Begitupun dalam film ini, cinta yang terjalin di antara mereka berawal dengan sangat halus dan merasuki hati mereka tanpa sadar. Perasaan senang dengan berbagai perniknya menimbulkan gejolak yang hebat dalam hati mereka masing-masing. Gejolak tersebut terkadang bak laut yang mengombang-ngambingkan perahu sebagai hati. Sehingga tidak salah jika ada syair yang menyatakan bahwa, setiap kali aku mencintai sesuatu maka aku pasti menjadi budak sesuatu itu.


Dalam konteks film ini, cinta mereka bagaikan segi tiga yang mana satu menyukai tapi tak disukai, tapi ada pula yang mereka saling menyukai. Lebih tepat mungkin cinta mereka dapat dilambangkan sebagai cinta “segi tiga sama kaki”. Dilambangkan dengan demikian karena Alex Hong bagaikan orang yang berada pada puncak teratas. Ia sangat sempurna dalam bidang akademik, tapi sayangnya ia tak terlalu sempurna dalam urusan cinta. Bahkan ayah Su In ketika pertama kali bertemu dengannya mengatakan, “kau pasti pintar karena sekolah di Fakultas Hukum, tapi hatimu yang bisa menggerakkan jiwa seseorang”. Secara implisit Ayah Su In ingin menyampaikan bahwa Alex Hong adalah pria yang pintar, tapi tidak semua urusan dapat diselesaikan dengan kepintaran, tapi ada juga yang harus menggunakan hati.


Berada di atas, terkadang, tidak selalu membuat urusan cinta Alex Hong berjalan mulus. Terlebih Hyunwoo sebagai sahabat karibnya merupakan tipe pria kebalikannya, yang justru lebih mujur dalam urusan cinta. Hyunwoo merupakan pria yang –mungkin- berada di sisi bawah, begitupun dengan Su In. Hyunwoo tidak begitu sempurna layaknya Alex Hong, tapi ia sungguh humoris dan bersahabat. Kedua sifat inilah yang kemudian berhasil menyampaikan rasa cintanya kepada Su In dengan lebih baik dari pada Alex Hong yang terlalu kaku dan formal. Pernah disuatu ketika Alex Hong terlibat pembicaraan yang cukup memakan perasaan dengan Su In. Waktu itu mereka berdua berada di sebuah mobil milik Alex Hong.


“bagaimana pendapatmu tentang aku?” tanya Alex Hong perlahan kepada Su In.

“Itu terlalu cepat, tidak asyik,” terang Su In.

“Kalau selambat yang lainnya, kenapa membuang-buang waktu. Lagi pula kita semua sibuk belajar. Tak ada alasan dan keperluan untuk hal itu,” balas Alex Hong.

“Menurutku mengenal seseorang bukanlah buang-buang waktu,” jawab Su In singkat dengan dilanjutkan kembali bertanya, “apa itu menjawab pertanyaanmu” sambil tersenyum.



Cinta yang terjalin diantara mereka secara nyata menimbulkan sebuah banyak dampak, yang terkadang positif juga terkadang sebaliknya. Ketika positif, hidup lebih terasa hidup, namun ketika negatif, hidup tak ubah seperti perahu yang karam dalam lautan. Kendati demikian, mereka semua memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing dalam bercinta.



GAPAI CITA DAN TAKLUKKAN DUNIA


Perlu diketahui bahwa suatu cita akan menjadi utopia belaka jika tidak dibarengi dengan strategi kongkrit. Harvard University merupakan saksi akan strategi mereka bertiga untuk menggapai cita mereka masing-masing. Setelah menyelesaikan kuliah di Harvard University, mereka berhasil menggapai cita mereka. Hyunwoo berkarir sebagi praktisi hukum di tanah kecintaannya, Korea. Alex Hong menjadi advokat di Firma Hukum ternama di Amerika Serikat. Sedangkan Su In berkarir sebagai dokter, yang kesehariannya melakukan berbagai riset terkait medis.


Sebagai penutup dari tulisan ini, penulis mengajak kita semua untuk memiliki cita yang tinggi dan mewujudkannya dengan kekuatan asa dan cinta. Di samping itu pula penulis ingin menyampaikan sebuah syair yang berbunyi,



Jika ingin menapaki dan menjelajahi cakrawala cita

pergilah dari kampung halaman

pergilah jauh menembus belantara keraguan


Ingatlah bahwa tajamnya anak panah tak akan dapat melukai

jika masih dalam sarungnya


Genangan air sungai tak akan suci

jika tak dapat mengalir


Pergilah

Ikuti aliran jiwamu

Lepaskan tajam mata panahmu

dan mengalirlah agar memberi manfaat





terkadang kita semua terlena dengan nikmat harta, usia dan kesehatan

seringkali kita menyesali perbuatan yang sebenarnya kita telah ketahui akibatnya

tak jarang kita berencana dan terus berencana untuk ke depan lebih baik

tapi semua kandas, luluh lantah oleh berbagai macam alasan

perlu dipahami bahwa kita tak dapat selamanya berjuang sendiri

kita perlu teman, apa pun itu

kita perlu saling mendukung

mewujudkan suatu cita

tapi jangan lupa kepada-Nya

karena Dia-lah ahli “matematika” yang tak akan pernah salah perhitungannya.








[1] Tulisan ini disampaikan pada acara Bedah Film “Love Story in Harvard” yang diselenggarakan oleh Panitia Peringatan Hari Raya Idul Adha 1432 H Takmir Masjid Al-Azhar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 15 November 2010.
[2] Santri Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia sekaligus Mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Selain aktif di Forum Kajian dan Penelitian Hukum Lembaga Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (LEM FH UII), penulis juga diamanahkan sebagai Koordinator Departemen HUMAS Takmir Masjid Al-Azhar FH UII dan Kepala Bidang Akademik, Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (AKPSDM) LEM FH UII.
[3] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Cet. IX, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), hlm. 315
[4] http://pusatbahasa.depdiknas.go.id/kbbi/index.php (diakses pada Senin, 15 November 2010: 12.43 WIB).
[5] Widodo, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta: Absolut, Desember, 2001), hlm. 218
[6] Arti kata tempat hendaknya dipahami secara meluas, yaitu mencakup daerah tempat tinggal maupun sebuah institusi pendidikan.
[7] The "Webometrics Ranking of World Universities" is an initiative of the Cybermetrics Lab, a research group belonging to the Consejo Superior de Investigaciones Científicas (CSIC), the largest public research body in Spain. Baca lebih lanjut dalam http://www.webometrics.info/top12000.asp (diakses pada Senin, 15 November 2010: 07.30 WIB).
[8] Disarikan langsung dari film Love Story In Harvard. Kuantitas Presiden Amerika di atas belum termasuk Barrack Obama yang juga merupakan lulusan Harvard Law School.
[9] Profesor Hukum di Harvard Law School. Ia merupakan dosen yang paling disegani, bahkan tak jarang menjadi mimpi buruk para mahasiwa/i Harvard Law School.
[10] Paman Seulgi, teman Hyunwoo sejak kecil saat di Korea. Prof Brian Oh merupakan salah satu Profesor di Harvard Law School yang berasal dari Asia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar