Senin, 01 Oktober 2012

MAKE - IT - REAL! - BERANI - (MERAIH) - MIMPI - KARENA - ILAHI”



MAKE IT REAL!
“BERANI (MERAIH) MIMPI KARENA ILAHI”



بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَإِذَا قَضَى أَمْراً فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُن فَيَكُونُ

“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" Lalu jadilah ia.”
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 117)



Bacalah, “Oatk mnauisa trenytaa ajiab. Oatk bsia mmebcaa tluiasn ynag ssuunan hruuf-nya slaah, aslakan hruuf pretmaa & treakhir-nya bnear. Sleaamt Adna adlaah oarng ynag laur baisa!!!” Pola (Pattern). Apakah kita bisa membacanya? Ini adalah sekelumit bukti betapa Maha Kuasa-Nya, Allah, yang telah menciptakan kita dengan berbagai kehebatan luar biasa. Bahkan Allah menegaskan, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (At-Tiin [95]: 4).
Segala sesuatu di dunia ini sangat mungkin dapat terjadi atas izin-Nya. Walaupun bagi kita sama sekali tidak mungkin. Keragu-raguan atas sesuatu tertentulah yang (mungkin) menyebabkan berbagai “keajaiban” enggan datang menghampiri kita. Semakin berbahayanya sifat “ragu-ragu”, Rasulullah-pun bersabda, “tinggalkanlah apa-apa yang meragukanmu dan beralihlah kepada apa-apa yang tidak meragukanmu.Apa yang menyebabkan kita ragu? Bukankah kita diciptakan oleh Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu? Jika Allah dapat mengganti siang menjadi malam, lalu mengganti malam menjadi siang, maka amat mudah bagi-Nya hanya untuk sekedar mengabulkan permintaan (do’a) “kecil” kita kepada-Nya yang Maha Besar.
Barangkali di antara kita ada yang telah merasakan keajaiban dari-Nya. Begitu pula mungkin banyak di antara kita yang (masih) ragu atas kekuasaan-Nya. Pernah terbersit dalam hati, “ya Allah, mengapa hidup hamba begitu susah?” mungkin itu karena kita belum sepenuhnya mengerti bahwa kebahagian terbesar adalah saat bersama-Nya. Berdo’a adalah senjata orang-orang beriman. Berdo’a adalah saat dimana kita dapat merasakan kebahagiaan bersama-Nya. Mungkin juga pernah menyelinap di hati, “ya Allah, mengapa hamba begitu lemah tak berdaya?” Allah ingin memperlihatkan betapa Ia Maha Perkasa, yang dapat menganugerahi kemampuan luar biasa kepada orang-orang lemah nan biasa seperti kita.
Senandung Bunga Seroja melantunkan, “mengapa kau bermenung, oh adik berhati bingung?” senandung ini sangat sederhana tapi kaya akan makna. Betapa “merenung” merupakan hal yang tidak seharusnya dilakukan secara berlarut dan berlebihan. Terlebih jika larut dalam perenungan yang negatif dan melalaikan. Terkadang merenung dapat berbuah positif, namun tak jarang merenung justru berbuah negatif. Perenungan perlu dilakukan untuk menginsyafi eksistensi diri dan kehidupan serta mensyukuri karunia-Nya. Bukan justru untuk menjadikan kita lalai dan berputus asa. Allah melarang kita berputus asa sebagaiman firman-Nya, “…dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (Q.S. Yusuf [12]:87).

Facing The Giants
Facing The Giants adalah judul sebuah film yang disutradarai oleh Alex Kendrick. Film yang dirilis tahun 2006 ini mengisahkan seorang pelatih softball yang menghadapi hidup penuh ujian. Ujian berupa rekornya sebagai pelatih yang sangat mengecewakan karena tidak pernah berhasil mengantarkan timnya, Eagle, menjadi sang juara. Begitu pula ujian dalam keluarganya yang belum dikaruniai keturunan di tahun keempat pernikahannya. Ujian-ujian tersebut membuatnya hampir putus asa. Bagaimana tidak? di tengah kekalahan tim yang bertubi-tubi ia terima, di saat itu pula pihak sekolah berencana memecatnya. Padahal profesi pelatih adalah pekerjaan satu-satunya yang ia miliki. Di samping itu, ketidakberhasilannya dalam memiliki keturunan ternyata bukan disebabkan oleh kemandulan istrinya, melainkan justru karena kesehatannya yang tidak baik.
Hingga akhirnya kejaiban terjadi dalam hidupnya. Tim yang ia gawangi perlahan berhasil melaju ke kejuaraan daerah dan meraih kemenangan. Kemengangan tersebut menjadi hal spektakuler mengingat tim lawannya adalah The Giants, tim yang telah memenangi kejuaraan daerah tiga tahun berturut-turut. Begitu pula akhirnya ia dapat memiliki keturunan setelah beberapa kali konsultasi ke dokter. Mari kita pelajari bagaimana pelatih tersebut ber-“proses” melewati masa-masa terberat dalam hidupnya. Tidak hanya sekedar berfokus pada hasil akhir yang berupa kemenangan tim dan dikaruniai keturunan.
 Saat tim softball yang ia latih tak kunjung menang dalam setiap level kejuaran bertahun-tahun lamanya, akhirnya ia merasa bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa. Di saat itu ia berfikir, untuk apa aku hidup jika tak berguna? Tujuannya melatih untuk membawa timnya menang, terkenal, serta siswanya dapat beasiswa nyaris membuatnya kandas dan “gila”. Perlahan ia sadar bahwa segala tujuannya tersebut bukanlah tujuan utama. Ia berpikir bahwa manusia diciptakan Tuhan untuk mengabdi kepada-Nya. Akhirnya ia mulai merenung kembali tentang filosofi tim yang ia latih. Ia tanya kepada seluruh siswanya. Untuk apa kita bermain? Salah satu siswa menjawab, “untuk menang”. Ia katakan, “tidak, kita main untuk Tuhan. Jika kita menang, kita akan memuji-Nya dan jika kita kalah, kita juga akan memuji-Nya.”
Ternyata filosofi di atas sangat relevan untuk setiap sendi kehidupan yang dijalani manusia. Berkat keyakinannya yang kuat pada Tuhan, tim mereka memiliki semangat tanpa batas. Mereka tidak berharap menang saat final. Mereka hanya mengikuti permainan dengan usaha terbaik mereka. Usaha terbaik untuk Tuhan. Begitu pula yang terjadi pada istrinya. Berkat usaha terbaik dari keduanya, adanya keturunan-pun menjadi sesuatu yang sangat mungkin bagi Tuhan. Pada akhirnya kita dapat berkesimpulan, “with God, all things are possible”, (bersama Tuhan segalanya mungkin). “Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.” (Q.S. Al-Fath [48]: 27).

Make it Real!
Bukan tingginya langit yang menghalangi kita bermimpi, tapi rendahnya keyakinan yang telah mengubur kita dalam kehidupan. Hikmah menyatakan, “jadilah pemuda yang kakinya menapak di bumi dan cita-citanya melambung setinggi bintang Suroyya.” Yakinlah bahwa kita memiliki Tuhan Yang Maha Kuasa. Jika Ia berkehendak atas sesuatu, tidak ada yang akan dapat menghalangi-Nya. Tanyalah pada diri kita, “andai uang dan waktu bukanlah penghalang bagiku, apa yang kuinginkan?” jawablah dengan penuh keyakinan bahwa kelak kita dapat meraihnya dengan izin Allah. Betapa bahagianya kita, ketika kelak kita sudah dapat mencentang (mencheklist) satu persatu mimpi tersebut pada hari-hari berikutnya.
Bermimpilah! Setelahnya, mari kita wujudkan mimpi itu menjadi nyata. Tentunya upaya tersebut harus dilakukan dengan usaha yang optimal baik lahir maupun batin. Kemudian kita harus tawakkal (berserah diri) setelah berusaha yang terbaik. Kalau kita yakin pada ilahi. Kita juga harus yakin untuk mewujudkan mimpi. Bukankah mimpi adalah anugerah ilahi?
Kerahkan semua tenaga untuk berusaha yang terbaik. Jangan mudah mentoleransi (membiarkan) diri untuk menyerah. Toleransi karena lelah berari tanda siap untuk kalah. Toleransi karena tantangan berarti tanda tidak siap untuk suatu kemenangan. Besarnya kesungguhan kita menentukan besarnya hasil yang akan kita raih. Bekerjalah walau dalam kesedihan, karena air mata yang menetes saat ini akan menetes kembali ketika keberhasilan telah diraih. Segera bekerja dan jangan biarkan diri menjadi “penunda” hanya karena sering menduga-duga (hal buruk). Ingatlah bahwa, “tidak ada kenikmatan kecuali sesudah bersusah payah.” (Al-Hikmah).
Banyak orang yang menyerah, padahal garis finish (akhir) sudah di depan mata. Kita makhuk yang lemah, tetapi Tuhan tidak pernah menyerah memberikan kita anugerah. Tuhan tidak pernah menyerah mengalirkan kasih dan sayang-Nya kepada kita. Lantas apa lagi yang membuat kita tidak segera berubah? “Hidup terlalu indah untuk tak berubah, hidup terlalu singkat untuk tak berbuat.” (Letto, “Yang Kusebut Sayang”). Kita yang tak seberapa ini tak berarti jika tak memiliki mimpi. “Make it real!”

Agus Fadilla Sandi
Koordinator Divisi Penelitian
Lembaga Pengabdian Masyarakat Ponpes UII

4 komentar: