Jumat, 28 Februari 2014

Parpol Ber-“Idul Fitri”



Parpol Ber-“Idul Fitri”


Oleh: Agus Fadilla Sandi


“Selamat ‘Idul Fitri, Partai Politik (Parpol)!” Meskipun momen ‘idul fitri telah terlewati, tapi sepertinya parpol harus ber-“idul fitri” kembali. Pilkada DKI membuktikan bahwa Parpol belum “bersih”. Masih banyak “dosa-dosa” politik yang harus segera dibersihkan. Pilkada DKI ajari Parpol ber-“idul fitri”.
‘Idul Fitri selalu identik dengan tiga hal, yaitu SMP (Salah, Maaf dan Perbaikan). Sepertinya ketiga hal tersebut memiliki hubungan yang erat dengan Pilkada DKI. Pilkada DKI telah berhasil membuka tabir (penutup dinding) Parpol yang selama ini tertupi. Kini “wajah” Parpol terlihat jelas. Mari kita pelajari SMP dalam diri Parpol pada Pilkada DKI.
Pertama, Salah. Diakui atau tidak, Parpol telah banyak melakukan kesalahan. Kesalahan yang paling fatal adalah Parpol tidak lagi menjadi sarana partisipasi politik masyarakat luas, tapi justru menjadi sarana partisipasi politik elit papan atas (orang kaya, petinggi dan penguasa). Padahal Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 (UU Parpol) mengamanatkan agar Parpol menjadi wadah politik bagi masyarakat luas.
Kemenangan Jokowi-Ahok pada Pilkada DKI menjadi bukti bahwa masyarakat luas telah bosan dengan Parpol “tipuan”. Parpol yang selama ini mengatasnamakan rakyat ternyata justru “penjilat”. “Penjilat” kekuasaan, kepentingan dan martabat. Kemenangan Jokowi-Ahok bukan semata-mata berkat Parpol berkoalisi, tapi justru karena rekam jejak mereka sebagai figur positif di mata masyarakat DKI.
 Kedua, Maaf. Pembelajaran dari Pilkada DKI sudah seharusnya membuat Parpol sadar dan minta maaf. Sadar karena telah melakukan kesalahan. Serta minta maaf sebagai bentuk penyesalan dan tekad untuk berubah. Parpol harus minta maaf kepada seluruh masyarakat luas, khususnya DKI dengan cara mengabdikan Parpol demi kepentingan bersama, bangsa dan Negara. Tidak sekedar kepentingan golongan tertentu.
Permohonan maaf Parpol tidak perlu disampaikan dengan kata-kata. Terlebih jika dengan spanduk atau baliho yang justru mengotori kawasan dan atau sekedar pencitraan. Wujudkanlah dengan tindakan nyata. Bertindaklah untuk membantu masyarakat tidak mampu. Menyiapkan lapangan pekerjaan agar tidak banyak pengangguran. Kemudian yang paling penting, “apakah Parpol mampu bertindak tanpa harus diberitakan di media?”  Sudah saatnya Parpol belajar ikhlas tanpa pamrih.
Ketiga, Perbaikan. Sesudah Parpol menyadari akan kesalahannya dan meminta maaf. Kini Parpol harus melakukan perbaikan, yaitu ber-“idul fitri”. Secara bahasa (arab), ‘idul fitri bermakna “kembali fitri”. Hal ini merupakan momen dimana seseorang kembali suci sebagaimana asalnya. Begitu pula bagi Parpol. Parpol yang ber-“idul fitri” berarti Parpol yang mengupayakan dirinya kembali sesuai dengan apa yang seharusnya. Dengan demikian Parpol harus berusaha seoptimal mungkin untuk mengembalikan dirinya sebagaimana yang dicita-citakan saat berdirinya.
Pedoman Parpol adalah UU Parpol. Sudah saatnya Parpol kembali mempelajari hakikat dirinya yang menjadi harapan bangsa. Parpol merupakan pilar demokrasi untuk memperkuat semangat kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis. Keruntuhan Parpol berarti keruntuhan demokrasi. Cukup Pilkada DKI menjadi pelajaran terakhir. Kini saatnya Parpol ber-“Idul Fitri”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar