Parpol Ber-“Idul
Fitri”
Oleh: Agus
Fadilla Sandi
“Selamat
‘Idul Fitri, Partai Politik (Parpol)!” Meskipun momen ‘idul fitri telah terlewati, tapi sepertinya parpol harus ber-“idul
fitri” kembali. Pilkada DKI membuktikan bahwa Parpol belum “bersih”. Masih
banyak “dosa-dosa” politik yang harus segera dibersihkan. Pilkada DKI ajari Parpol
ber-“idul fitri”.
‘Idul Fitri selalu identik dengan tiga
hal, yaitu SMP (Salah, Maaf dan Perbaikan).
Sepertinya ketiga hal tersebut memiliki hubungan yang erat dengan Pilkada DKI.
Pilkada DKI telah berhasil membuka tabir (penutup dinding) Parpol yang selama
ini tertupi. Kini “wajah” Parpol terlihat jelas. Mari kita pelajari SMP dalam
diri Parpol pada Pilkada DKI.
Pertama,
Salah.
Diakui atau tidak, Parpol telah banyak melakukan kesalahan. Kesalahan yang
paling fatal adalah Parpol tidak lagi menjadi sarana partisipasi politik
masyarakat luas, tapi justru menjadi sarana partisipasi politik elit papan atas
(orang kaya, petinggi dan penguasa). Padahal Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011
(UU Parpol) mengamanatkan agar Parpol menjadi wadah politik bagi masyarakat
luas.
Kemenangan Jokowi-Ahok pada Pilkada DKI
menjadi bukti bahwa masyarakat luas telah bosan dengan Parpol “tipuan”. Parpol
yang selama ini mengatasnamakan rakyat ternyata justru “penjilat”. “Penjilat”
kekuasaan, kepentingan dan martabat. Kemenangan Jokowi-Ahok bukan semata-mata
berkat Parpol berkoalisi, tapi justru karena rekam jejak mereka sebagai figur
positif di mata masyarakat DKI.
Kedua, Maaf. Pembelajaran dari Pilkada
DKI sudah seharusnya membuat Parpol sadar dan minta maaf. Sadar karena telah
melakukan kesalahan. Serta minta maaf sebagai bentuk penyesalan dan tekad untuk
berubah. Parpol harus minta maaf kepada seluruh masyarakat luas, khususnya DKI
dengan cara mengabdikan Parpol demi kepentingan bersama, bangsa dan Negara.
Tidak sekedar kepentingan golongan tertentu.
Permohonan maaf Parpol tidak perlu disampaikan
dengan kata-kata. Terlebih jika dengan spanduk atau baliho yang justru
mengotori kawasan dan atau sekedar pencitraan. Wujudkanlah dengan tindakan
nyata. Bertindaklah untuk membantu masyarakat tidak mampu. Menyiapkan lapangan
pekerjaan agar tidak banyak pengangguran. Kemudian yang paling penting, “apakah
Parpol mampu bertindak tanpa harus diberitakan di media?” Sudah saatnya Parpol belajar ikhlas tanpa
pamrih.
Ketiga,
Perbaikan.
Sesudah Parpol menyadari akan kesalahannya dan meminta maaf. Kini Parpol harus
melakukan perbaikan, yaitu ber-“idul fitri”. Secara bahasa (arab), ‘idul fitri bermakna “kembali fitri”. Hal ini merupakan momen
dimana seseorang kembali suci sebagaimana asalnya. Begitu pula bagi Parpol.
Parpol yang ber-“idul fitri” berarti Parpol yang mengupayakan dirinya kembali
sesuai dengan apa yang seharusnya. Dengan demikian Parpol harus berusaha seoptimal
mungkin untuk mengembalikan dirinya sebagaimana yang dicita-citakan saat
berdirinya.
Pedoman Parpol adalah UU Parpol. Sudah
saatnya Parpol kembali mempelajari hakikat dirinya yang menjadi harapan bangsa.
Parpol merupakan pilar demokrasi untuk memperkuat semangat kebangsaan dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis. Keruntuhan Parpol berarti
keruntuhan demokrasi. Cukup Pilkada DKI menjadi pelajaran terakhir. Kini
saatnya Parpol ber-“Idul Fitri”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar